Jakarta, CNN Indonesia —
Gelombang aksi penolakan perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau RUU TNI menggeliat di sejumlah daerah di Indonesia sepekan terakhir.
Dari mulai aksi di media sosial, aksi mahasiswa yang turun ke jalan, hingga pernyataan sikap tokoh bangsa serta akademisi telah disuarakan beberapa hari terakhir. Mereka mengecam pembahasan ‘kebut’ revisi UU TNI yang dikebut–bahkan dituding tertutup atau diam-diam agar bisa disahkan sebelum reses DPR pada 21 Maret atau hari ini, Kamis (21/2).
DPR dan pemerintah bahkan disebut menjadwalkan pengesahan RUU TNI pada rapat paripurna hari ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi penolakan RUU TNI dikumandangkan publik dari mulai mahasiswa, aktivis, hingga akademisi karena berpotensi menghidupkan lagi dwifungsi militer yang sudah dihapus pascareformasi 1998.
Pada Rabu (20/2) lalu aksi dilakukan massa di sejumlah daerah, dan berikut beberapa di antaranya:
Aksi tolak RUU TNI di Jakarta dilakukan massa mahasiswa Universitas Trisakti di depan kompleks parlemen. Bahkan, mereka sempat mengadang masuk mobil yang membawa Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
Supratman pun turun dari mobil yang membawanya ke kompleks parlemen. Supratman datang ke kompleks parlemen itu untuk membahas lagi materi RUU TNI yang akan disahkan pada hari ini.
Politikus Gerindra itu mengklaim rapat kerja itu tidak melakukan perubahan mendasar terhadap draf RUU TNI yang telah disepakati untuk disahkan dalam rapat paripurna terdekat. Supratman mengklaim perubahan tata bahasa itu juga hanya dilakukan terhadap satu pasal dalam draf RUU TNI.
“Hanya menyesuaikan dengan dari sisi gramatikal saja ada yang keamanan, yang seharusnya pertahanan,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
|
Selain di Jakarta, pada Rabu lalu aksi tolak RUU TNI juga berlangsung di daerah lain seperti di Yogyakarta, Solo, Surabaya, dan Makassar.
Sejumlah aktivis dari Aliansi Masyarakat Sipil Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), melakukan aksi unjuk rasa menolak RUU TNI di kantor DPRD Sulsel dan Kodam XIV Hasanuddin.
Mereka mendesak pemerintahan Prabowo Subianto dan DPR RI untuk menghentikan pembahasan RUU TNI tersebut.
“DPR dan pemerintah harus menghentikan pembahasan RUU TNI, tak memiliki urgensi yang jelas,” kata koordinator aksi, Badai, di di lokasi aksi pada Rabu kemarin.
Menurut aliansi sipil itu, pembahasan RUU TNI ini dapat menghidupkan kembali dwifungsi ABRI yang pernah terjadi di masa Orde Baru.
“Menolak bangkitnya dwifungsi ABRI yang merepresi ruang demokrasi dan melanggengkan impunitas,” ujarnya.
Massa Aliansi Jogja Memanggil menggelar unjuk rasa mengajak menggagalkan RUU TNI di depan Museum TNI AD Dharma Wiratama, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, DIY, Selasa (18/3).
Massa yang mayoritas mengenakan pakaian hitam itu menggelar aksi setelah pukul 16.00 WIB. Aspirasi penolakan RUU TNI salah satunya mereka ekspresikan lewat pemasangan spanduk besar di depan monumen atau Tenger Markas Tertinggi Tentara Keamanan Rakyat.
“Hari ini kami menyerukan kawan-kawan di kota-kota lain dan di mana pun berada untuk bisa menggagalkan RUU TNI. Caranya, lakukan aksi yang kamu bisa bagaimanapun caranya,” kata Bung Kus selaku Humas Aliansi Jogja Memanggil.
Unjuk rasa digelar di depan Museum TNI sebagai aksi simbolis ‘memuseumkan’ dwifungsi militer.
“Kami ingin mengatakan kepada publik luas, mari kita museumkan dwifungsi ABRI karena dwifungsi ABRI itu tidak ada dalam museum,” katanya.
|
Padahal, dwifungsi ABRI ini telah menorehkan catatan kelam dalam sejarah. Seperti jejak represif dan kejahatan HAM penguasa Orde Baru (Orba), almarhum Presiden ke-2 RI Soeharto.
“Bagaimana pembangunan lewat Repelita itu dilakukan lewat dwifungsi ABRI juga, maka semestinya itu masuk ke dalam museum agar rakyat bisa melihat dan menyatakan secara lugas dwifungsi ABRI tidak boleh lagi terjadi di Indonesia,” ucap dia.
Menurut aliansi, RUU TNI tak cuma melahirkan kembali dwifungsi ABRI, namun multifungsi militer selain merupakan upaya pengkhianatan terhadap reformasi 1998.
Selain itu, selama tiga hari terakhir civitas-civitas akademika perguruan tinggi di Yogyakarta pun mengeluarkan sikap resmi mereka tolak RUU TNI yang ‘membangkitkan dwifungsi militer’.
Civitas akademika UGM dan UII menyerukan penolakan terhadap RUU TNI karena dianggap akan menghidupkan kembali dwifungsi militer seperti era Orba. Mereka menggelar aksi di halaman depan Gedung Balairung, Selasa (18/3). Poster bertuliskan ‘Tolak RUU TNI’, ‘Tolak Dwifungsi TNI’ dan ‘Kembalikan TNI ke Barak’ menghiasi aksi.
Pembacaan pernyataan sikap dipimpin oleh Dosen FIB UGM, Achmad Munjid; Dosen Hukum Tata Negara FH UGM, Herlambang Wiratraman; Dosen Sekolah Vokasi UGM, Yudistira Hendra Permana; Peneliti Pukat UGM, Hasrul Halili; Rektor UII, Fathul Wahid; dan Guru Besar Ilmu Komunikasi UII, Masduki.
“Artinya, tidak ada urgensinya membahas perubahan UU TNI. Apalagi jika prosesnya dilakukan secara tertutup dan tersembunyi di hotel mewah, bukan di rumah rakyat – Gedung DPR,” bunyi pernyataan bersama tersebut.
“Proses ini secara terang-terangan mengingkari putusan Mahkamah Konstitusi soal pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam pembentukan hukum. Publik berhak didengarkan, dipertimbangkan dan mendapatkan penjelasan dalam proses pembentukan hukum,” sambung pernyataan itu.
Massa aksi melihat draf revisi UU TNI tersebut jelas justru bakal mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas atau kekebalan hukum anggota TNI.
“Ini bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis, dan akan membawa bangsa ini kembali pada keterpurukan otoritarianisme seperti pada masa Orde Baru,” bunyi pernyataan tersebut.
UII kemudian membuat lagi penyampaian pernyataan sikap di kampusnya pada Rabu (19/3). Rektor UII Fathul Wahid berharap kampus-kampus dan masyarakat sipil bisa bersuara lantang menolak revisi Undang-undang TNI sampai dibatalkan pengesahannya oleh DPR.
“Dan di sinilah suara lantang dari kampus mudah-mudahan disambut dari kampus-kampus lain dan disambut kawan-kawan masyarakat sipil lain. Ada secercah harapan ruang hati yg tersentuh, sehingga rencana RUU TNI menjadi dibatalkan,” kata Fathul dalam pernyataan sikapnya soal RUU TNI di Kampus UII, Yogyakarta, kemarin.
Fathul mengatakan UII merasa perlu melakukan penolakan terhadap RUU TNI. Ia menjelaskan RUU TNI berpotensi dapat menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Dia mengatakan Indonesia memiliki sejarah kelam ketika dwifungsi ABRI masih berjalan di zaman Orde Baru. Baginya, sejarah kelam Indonesia tersebut jangan sampai terulang kembali.
Baca halaman selanjutnya