InvestorTrust Capital Market Forum 2025: Teknologi, Integrasi India Indonesia, dan Jalan Cepat Menuju Pasar Modal Masa Depan

by -18 Views
banner 468x60

JAKARTA — InvestorTrust Capital Market Forum 2025 memperlihatkan dengan sangat jelas bahwa masa depan pasar modal Indonesia akan ditentukan oleh tiga kekuatan utama, yaitu teknologi, integrasi regional, dan partisipasi investor yang lebih luas. Forum yang digelar di JW Marriott Hotel Jakarta pada Kamis (4/12/2025) lalu ini, menghadirkan pejabat pemerintah Indonesia, regulator, CEO bursa, pakar teknologi India, serta industri keuangan global yang menyampaikan satu pesan yang sama. Indonesia berada di titik peluang yang jarang terjadi dan dapat melakukan lompatan besar bila bergerak cepat dan terkoordinasi.

India Mendorong Integrasi dan Menawarkan Playbook Digital

Forum dibuka oleh Duta Besar India untuk Indonesia, Sandeep Chakravorty, yang menegaskan bahwa meski hubungan ekonomi antara kedua negara kuat, pasar modal mereka masih berjalan di jalur yang terpisah. Ia menyebut adanya “air gap” yang perlu dijembatani melalui integrasi sistem pembayaran, settlement lintas negara, dan kolaborasi teknologi. India hari ini, katanya, adalah salah satu pasar modal terbesar di dunia dengan kapitalisasi lebih dari US$5 triliun, digerakkan oleh penetrasi investor ritel yang kini mencapai 225 juta orang.

banner 336x280

Chakravorty mengungkapkan bahwa langkah teknis seperti Local Currency Settlement antara BI dan RBI serta integrasi sistem pembayaran UPI dengan QRIS telah bergerak maju dan berada di ambang implementasi. Ketika infrastruktur ini tersambung, banyak sekat biaya dan waktu antara kedua negara akan menghilang. Ia menegaskan bahwa pelajaran dari India jauh lebih relevan bagi Indonesia daripada contoh dari negara negara Barat. Dengan demografi dan dinamika pertumbuhan yang mirip, dua negara ini dapat bergerak bersama dan saling mempercepat transformasi.

Arief Wibisono Soroti Kebutuhan Infrastruktur Keuangan yang Lebih Modern dan Inklusif

Selanjutnya, Dr. Arief Wibisono, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal, membingkai pertemuan ini dalam konteks ekonomi Indonesia yang sedang menghadapi tekanan global dan perubahan teknologi yang sangat cepat. Ia menyampaikan bahwa Indonesia tidak hanya membutuhkan pasar modal yang lebih besar, tetapi juga lebih dalam, lebih inklusif, dan lebih efisien. Target kapitalisasi pasar 120 persen PDB pada 2045 merupakan tulang punggung dari agenda Indonesia Emas.

Arief menekankan bahwa akselerasi digitalisasi dan otomatisasi akan mengubah cara masyarakat memproduksi, berdagang, dan mengonsumsi. Jika dikelola dengan baik, gelombang transformasi ini dapat meningkatkan produktivitas dan inovasi, terutama bagi UMKM yang menjadi penggerak utama ekonomi domestik. Namun ia menekankan bahwa pemerintah tidak mungkin bekerja sendiri. Sinergi antara regulator, pelaku industri, akademisi, dan investor menjadi syarat utama untuk menciptakan ekosistem pasar modal yang modern dan tangguh.

CEO Bursa Efek Bombay Serukan Pasar Modal Sebagai ‘Public Good’

Selanjutnya CEO Bursa Efek Bombay, Sundararaman Ramamurthy mengatakan bursa modern bukan sekadar arena perdagangan, tetapi institusi publik yang berfungsi sebagai pendorong pembentukan modal nasional. Ia mencontohkan bagaimana India berhasil mengubah US$800 juta modal yang dihimpun 671 UMKM menjadi US$15 miliar nilai pasar, bukti bahwa pasar modal dapat menjadi jembatan pertumbuhan usaha kecil.

Ramamurthy juga membawa peserta forum ke dalam perjalanan digital India, ketika bursa beralih dari sistem manual menjadi ekosistem digital penuh yang kini dapat memproses lebih dari satu miliar order derivatif per hari, dengan kemampuan mencapai dua juta order per detik pada jam perdagangan tersibuk. Pertumbuhan investor ritel sebesar 400 persen dalam lima tahun terakhir, katanya, adalah hasil dari kemudahan akses, keamanan, dan transparansi yang didorong oleh teknologi. Ia menutup dengan menawarkan kerja sama penuh kepada Indonesia, seraya menyatakan bahwa kesamaan struktur ekonomi kedua negara menjadikan pertukaran pengalaman ini sangat relevan.

Mencari Ritme Bersama untuk Transformasi Sistem

Setelah paparan keynote, diskusi panel mengambil alih panggung dan membawa audiens lebih dalam ke tantangan praktis yang dihadapi Indonesia. Panel yang dipandu oleh Direktur InvestorTrust, Sachin Gopalan, mempertemukan regulator dari OJK, Bursa Efek Indonesia (BEI), KSEI, KPEI, serta perwakilan industri seperti UBS, Jarvis Asset Management, dan Remiges. Hasilnya adalah gambaran yang jujur sekaligus optimistis mengenai apa yang harus dilakukan Indonesia untuk mencapai pasar modal berkelas dunia.

Broto Endianto, Kepala Pengembangan IT BEI, mengungkapkan bahwa Indonesia sudah berada di jalur yang benar. BEI menargetkan pembaruan trading engine pada 2026 dengan teknologi yang jauh lebih modern, termasuk penggunaan kecerdasan buatan untuk mendeteksi pola transaksi abnormal dan meningkatkan kapasitas sistem. Namun Broto mengingatkan bahwa bursa tidak dapat bekerja sendiri. Dengan 93 broker anggota dan banyak titik simpul lain di ekosistem pasar modal, peningkatan kapasitas teknologi harus terjadi secara menyeluruh, bukan hanya pada satu lembaga.

Dari sisi regulator, Pepek Marsiah dari OJK memberikan gambaran bahwa pengawasan manual sudah tidak relevan dalam pasar dengan 2.3 juta transaksi harian. OJK kini menggunakan big data dan machine learning untuk mendeteksi anomali secara real time. Pepek menegaskan bahwa koordinasi antara regulator, SRO, dan pelaku industri harus diperkuat agar pasar modal Indonesia mampu tumbuh tidak hanya besar, tetapi juga sehat dan terpercaya. “Kita perlu bekerja bersama. Dengan koordinasi, kita bisa tumbuh lebih tinggi lagi,” ujarnya.

Suara industri memberi perspektif tambahan. Ranju Parambi, Managing Director UBS, mengingatkan bahwa Indonesia tidak akan mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi bila hanya mengandalkan konglomerat atau BUMN. Entrepreneur, katanya, adalah pencipta lapangan kerja dan penggerak inovasi. Namun tanpa akses modal risiko, mereka tidak dapat berkembang menjadi perusahaan skala besar. Baginya, memperluas jalur IPO dan meningkatkan daya tarik pasar modal adalah prioritas.

Dari sisi manajemen aset, Kartika Sutandi dari Jarvis menyoroti isu paling mendasar: likuiditas. Bobot Indonesia di indeks global MSCI turun dari 4 persen menjadi 1.3 persen dalam satu dekade. Ketika bobot suatu negara terlalu kecil, manajer dana global berhenti memberikan perhatian aktif. Menurut Kartika, likuiditas domestik yang dalam adalah kunci untuk menarik kembali minat global.

Panel juga mengangkat tiga kasus besar penipuan di Indonesia yang menyerupai tragedi keuangan India di masa lalu, seperti manipulasi saham tidak likuid, pencurian akun melalui phishing, dan kompromi API antara broker dan bank RDN. Penjelasan ini diberikan oleh Lily Widjaja dari Asosiasi Perusahaan Efek, yang menekankan bahwa masalah ini terjadi bukan karena kelemahan sistem inti bursa, melainkan celah dalam proses di tingkat anggota. Analisis ini kemudian ditegaskan oleh Shuvam Misra dari Remiges Technologies, yang mengatakan bahwa pola ini identik dengan apa yang terjadi di India sebelum reformasi teknologinya.

Di akhir diskusi, Sachin Gopalan menggambarkan ekosistem Indonesia sebagai orkestra dengan banyak pemain berbakat namun belum memiliki konduktor. Panel sepakat bahwa Indonesia memiliki semua elemen yang diperlukan untuk melakukan lompatan besar. Tantangannya bukan pada kemampuan, tetapi pada ritme dan koordinasi. Bila seluruh pemangku kepentingan bergerak serempak, transformasi lima sampai tujuh tahun seperti India bukanlah mimpi.

Saatnya India Indonesia Bergerak Bersama

InvestorTrust Capital Market Forum 2025 berakhir dengan kesadaran kolektif bahwa Indonesia memiliki kesempatan langka untuk mempercepat pendalaman pasar modalnya dan mengejar ketertinggalan dalam waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan negara lain. Tiga keynote dari India dan Indonesia menunjukkan bahwa visi dan arah sudah jelas. Diskusi panel memperlihatkan bahwa infrastruktur, regulasi, dan pelaku industri kini berada di titik yang sama dalam memahami urgensi transformasi.

Namun seluruh pembicara sepakat bahwa keberhasilan Indonesia tidak akan ditentukan oleh satu lembaga atau satu kebijakan. Transformasi ini hanya akan terwujud bila seluruh pihak — pemerintah, regulator, bursa, pelaku industri, bank, dan investor — bergerak dalam ritme yang sama. Teknologi dapat mempercepat, regulasi dapat memperkuat, dan edukasi dapat memperluas dampak, tetapi koordinasi lah yang akan menentukan seberapa cepat Indonesia mencapai tujuan.

Indonesia berada di titik awal perjalanan baru. Dengan ekosistem yang semakin terhubung, visi yang semakin selaras, dan kemauan politik yang semakin jelas, pasar modal Indonesia memiliki peluang untuk menjadi mesin pertumbuhan yang inklusif, modern, dan berdaya saing global. Seperti yang disampaikan di forum, pertanyaannya bukan lagi apakah Indonesia dapat mengejar ketertinggalan, tetapi apakah kita dapat bergerak cukup cepat — dan bergerak bersama.

banner 336x280

Artikel ini juga tayang di VRITIMES

No More Posts Available.

No more pages to load.