
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia resmi menetapkan alokasi volume Bahan Bakar Nabati (BBN) jenis biodiesel untuk tahun 2026 sebesar 15.646.372 kiloliter. Dalam keterangan resmi, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listyani menuturkan alokasi biodiesel tersebut dibagi menjadi dua kategori utama, yakni alokasi Public Service Obligation (PSO) sebesar 7.454.600 kiloliter dan alokasi non-PSO sebesar 8.191.772 kiloliter.
“Pelaksanaan program mandatori biodiesel tahun 2026 ini akan didukung oleh sinergi dari 32 BU BBM dan 26 BU BBN yang telah ditunjuk oleh pemerintah, dengan tetap mempertahankan skema insentif bagi sektor PSO sebagaimana ketentuan pada tahun sebelumnya,” ujar Eniya.
Ketetapan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 439.K/EK.01/MEM.E/2025 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BU BBM) dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BU BBN) Jenis Biodiesel serta Alokasi Volume BBN Jenis Biodiesel untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Tahun 2026.
Lebih lanjut, Eniya menekankan penetapan alokasi ini merupakan langkah strategis dalam mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) jenis solar, memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional, meningkatkan pemanfaatan sumber daya energi domestik, serta mendukung pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca.
Berdasarkan perhitungan Kementerian ESDM, program biodiesel tahun 2026 diperkirakan mendorong pertumbuhan industri hilir dan rantai nilai sawit nasional melalui peningkatan nilai tambah minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) menjadi biodiesel sebesar Rp 21,8 triliun, penghematan devisa dari impor solar sebesar Rp 139 triliun, penyerapan tenaga kerja lebih dari 1,9 juta orang, serta penurunan emisi gas rumah kaca sekitar 41,5 juta ton CO2e.
Untuk memastikan efektivitas dan akuntabilitas di lapangan, pemerintah berkomitmen terus memperkuat tata kelola, pengawasan, dan transparansi melalui penetapan alokasi yang terukur berbasis kapasitas dan kinerja.
Langkah tersebut mencakup pemantauan standar mutu biodiesel secara ketat, pengawasan distribusi di titik serah, hingga pelibatan surveyor independen untuk melakukan verifikasi volume serta kualitas biodiesel yang disalurkan.
Pengawasan ini bertujuan agar program biodiesel 40 persen (B40) berjalan optimal dan memberikan manfaat maksimal bagi seluruh pemangku kepentingan.
Selain itu, pemerintah juga membuka ruang untuk melakukan penyesuaian ketetapan mandatori apabila di masa mendatang terdapat perubahan target alokasi volume sesuai kebutuhan dan kebijakan strategis nasional.
sumber : Antara









