Jakarta, 28 November 2025 — Untuk mendukung pemerintah dalam mempercepat langkah-langkah perlindungan yang konkret bagi perempuan pembela hak asasi manusia dan lingkungan, UNDP Indonesia dan Komnas Perempuan menyelenggarakan dialog kebijakan nasional bertajuk “Kita Punya Andil: Perkuat Perlindungan Holistik, Wujudkan Ruang Aman bagi Perempuan Pembela HAM”.
Di seluruh Indonesia, perempuan pembela hutan, lahan, dan hak-hak masyarakat semakin menjadi sasaran karena menyuarakan pendapat. Banyak yang menghadapi intimidasi, kriminalisasi, dan kekerasan berbasis gender yang difasilitasi teknologi hanya karena melindungi masyarakat dan lingkungan. Namun, peran mereka tak tergantikan: merekalah yang pertama merespons kerusakan lingkungan, yang pertama menjaga kesejahteraan masyarakat, dan seringkali menjadi garda terdepan bagi ekosistem yang terancam.
Dihadiri lebih dari 100 peserta, dialog ini menjadi puncak dari kampanye empat hari untuk memeringati Hari Perempuan Pembela Hak Asasi Manusia Internasional, yang jatuh setiap 29 November, dan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dari 25 November hingga 10 Desember. Acara ini mempertemukan perwakilan kementerian/lembaga, organisasi masyarakat sipil, media, dan yang terpenting, perempuan pembela lingkungan dan hak asasi manusia dari Aceh hingga Papua. Diskusi ini menyoroti hambatan sistemik yang terus melemahkan keselamatan mereka: perlindungan hukum yang terbatas, kurangnya mekanisme respons cepat, dan diskriminasi yang terus-menerus, baik dalam struktur pemerintah maupun masyarakat.
“Ketika kita melindungi perempuan pembela HAM, kita melindungi demokrasi itu sendiri,” ujar Maria Ulfah Anshor, Ketua Komnas Perempuan. “Komitmen multisektoral terhadap perlindungan holistik, yang mencakup dimensi hukum, digital, fisik, dan psikososial, merupakan bukti keyakinan bersama kita bahwa setiap perempuan berhak untuk membela hak asasi manusia, tanah, dan keadilan secara aman dan bermartabat. Bersama-sama, kita membangun ekosistem perlindungan yang tidak hanya responsif tetapi juga inovatif dan transformatif dalam mewujudkan demokrasi yang adil, setara, inklusif, dan ramah lingkungan,” tambahnya.
Perwakilan pemerintah dari lembaga-lembaga kunci, termasuk Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Hak Asasi Manusia, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, menegaskan kembali komitmen mereka untuk menutup kesenjangan perlindungan ini dan mengakui risiko yang semakin kompleks yang dihadapi oleh para perempuan pembela HAM.
“Ketika kita melindungi para perempuan pembela HAM, kita melindungi hutan, masyarakat dan, hak-hak yang mereka perjuangkan, dan masa depan kita bersama,” kata Siprianus Bate Soro, Head of Risk, Resilience and Governance Unit UNDP Indonesia. “Di UNDP, kami percaya bahwa melindungi perempuan pembela HAM bukan hanya soal melindungi individu; melainkan melindungi ruang demokrasi, masa depan lingkungan, dan hak asasi manusia Indonesia. Kami tetap berkomitmen untuk mendukung upaya nasional dalam memperkuat kapasitas kelembagaan dan lingkungan di mana perempuan dapat memimpin, berpartisipasi, dan membela hak asasi manusia dengan rasa aman.”
Para perempuan pembela HAM yang bekerja di bidang advokasi lingkungan, penanganan kekerasan berbasis gender, kebebasan pers, dan hak-hak sosial-ekonomi berbagi kesaksian yang menarik. Meskipun bekerja di berbagai sektor, pengalaman mereka mengungkapkan realitas yang sama: berbagai ancaman saling terkait, dan perlindungan tidak dapat dilakukan secara terisolasi. Mereka menyerukan pengakuan hukum bagi perempuan pembela HAM, sistem dukungan darurat yang mudah diakses, dan proses kebijakan yang sungguh-sungguh mendengarkan dan mencerminkan realitas kehidupan mereka.
Acara ini merupakan bagian dari proyek global UNDP, “Memperkuat Partisipasi dan Pengaruh Masyarakat Sipil Perempuan dan Perempuan Pembela HAM dan Lingkungan untuk Masa Depan yang Adil dan Hijau/Strengthening Women’s Civil Society and Women Environmental Human Rights Defenders’ Participation and Influence for a Just, Green Future,” yang didukung oleh Pemerintah Denmark, Luksemburg, dan Republik Korea melalui Jendela Pendanaan untuk Tata Kelola, Pembangunan Perdamaian, Krisis, dan Ketahanan/Governance, Peacebuilding, Crisis, and Resilience (GPCR). Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas, agensi, dan suara kolektif para perempuan pembela HAM sekaligus menciptakan lingkungan yang mendukung kerja advokasi mereka di tingkat lokal, nasional, dan global.
Seiring dengan upaya Indonesia untuk mengatasi degradasi lingkungan dan menyusutnya ruang publik, dialog hari ini menandakan adanya konsensus nasional yang semakin kuat: melindungi perempuan pembela HAM bukanlah pilihan, melainkan fondasi bagi masa depan yang adil, hijau, dan inklusif.
Artikel ini juga tayang di VRITIMES