
Jakarta, CNN Indonesia —
Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) telah resmi bergulir sejak kemarin. Masyarakat yang berulang tahun pada Januari dan satu bulan ke depan dapat mengakses program tersebut di puskesmas terdekat.
Melalui program CKG ini masyarakat akan mendapatkan sejumlah pemeriksaan kesehatan fisik. Seperti, cek darah, rekam jantung, pemeriksaan gigi, ginjal, hingga mata.
Tak hanya itu, masyarakat juga akan mendapatkan pemeriksaan kesehatan mental secara singkat dalam CKG ini. Pemeriksaan dilakukan dengan peserta menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan dokter umum dan tenaga kesehatan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat hanya perlu mendaftar melalui aplikasi Satu Sehat untuk mengakses program ini. Jika bermasalah, masyarakat bisa datang langsung ke puskesmas terdekat dengan membawa KTP.
Nantinya, hasil pemeriksaan akan diberikan kepada peserta melalui aplikasi Satu Sehat. Jika ditemui ada penyakit, masyarakat akan diminta menggunakan BPJS untuk mengobati penyakit mereka.
Kemenkes menetapkan kuota 30 orang per hari untuk peserta CKG di setiap puskesmas. Sampai hari ini, sudah ada 33 ribu yang mendaftar pemeriksaan kesehatan gratis ini.
Di sisi lain, CKG ini juga akan diadakan khusus untuk anak sekolah berusia 7-17 tahun. Program itu akan dimulai pada Juli 2025 di sekolah.
Budi Gunadi Sadikin mengungkap anggaran CKG untuk 2025 telah dialokasikan sebesar Rp4,7 triliun.
Anggaran itu, kata Budi, akan digunakan untuk pengadaan fasilitas kesehatan memadai di puskesmas-puskesmas seluruh Indonesia. Seperti alat pemindaian ultrasonografi [USG], dan elektrokardiografi [EKG] untuk pemeriksaan organ jantung.
“Setiap tahun pasti ada alokasi anggaran. Tahun ini Rp4,7 triliun,” kata Budi saat meninjau program CKG di Puskesmas Surabaya, Senin (10/2).
“Nanti akan datang alat medis itu (bertahap). Kita sudah ngasih alat USG. Kita akan kasih lagi EKG buat cek jantung, kemudian reagen untuk cek gula darah,” sambungnya.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan CKG yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Menurutnya, pemerintah hendak memastikan masalah kesehatan tidak menjadi faktor yang dapat mengganggu daya saing masyarakat Indonesia.
“Menteri Kesehatan atau pemerintah ini menghendaki SDM kita itu unggul. Jadi kompetitif, dan unggul,” kata Trubus kepada CNNIndonesia.com, Selasa (11/2).
Trubus mengatakan fokus sasaran utama dari program CKG pemerintah ini adalah anak-anak sekolah, ibu hamil, hingga balita.
Menurutnya, untuk kelompok lansia sekadar untuk memenuhi asas keadilan dan kesetaraan dalam program yang diluncurkan pemerintah.
“Karena itu dianggap sebagai pemegang estafet kemudian. Kalau yang dewasa, lansia, ya hanya, apa istilahnya, konteksnya lebih keadilan saja,” ujarnya.
CKG dan makan bergizi gratis
Oleh karena itu, menurut Trubus, program CKG tak bisa dilepaskan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah dijalankan oleh pemerintah.
Ia menilai program CKG dan MBG adalah dua program yang dicanangkan pemerintah untuk membangun SDM Indonesia unggul.
Meski begitu, Trubus menegaskan hasil dari kedua program itu memerlukan waktu yang lama dan konsistensi dari pemerintah dalam menjalankan program.
“Artinya antara MBG dan ini, cek kesehatan gratis ini punya benang merah. Benang merah dalam rangka untuk mewujudkan satu itu, yaitu generasi yang unggul,” tutur dia.
Di sisi lain, Trubus menilai pemerintah harus mengatasi sejumlah kendala yang akan muncul untuk membuat program CGK konsisten dan bermanfaat kepada masyarakat.
Salah satunya, kata dia, pemerintah harus menyiapkan BPJS kesehatan yang lebih mumpuni dalam memberikan pelayanan pengobatan masyarakat.
Terlebih, kata dia, terdapat potensi besar masyarakat akan berobat menggunakan BPJS setelah mengetahui penyakit yang diidap setelah melakukan CKG.
Ia pun berharap pemerintah dapat melakukan sinkronisasi antara program CKG dengan pelayanan pengobatan BPJS secara efektif.
“Nah tantangan yang paling berat adalah soal anggaran yang harus disiapkan. Memang ada yang sifatnya kerja sama dengan BPJS, ditanggung oleh BPJS,” ujar dia.
“Nah terus ada lagi kategori (penyakit) yang (pengobatan) harus mandiri. Nah jadi ini yang mandiri, ini yang sebenarnya perlu diadvokasi oleh pemerintah dan kebijakannya harus itu terintegrasi,” sambungnya.
Tak hanya itu, Trubus menilai pemerintah juga akan menemui kendala berupa ketimpangan fasilitas kesehatan di sejumlah daerah dalam menjalani CKG.
“Bagaimana kemudian dibentuk lah klinik-klinik untuk menggabungkan misalnya radius berapa kelurahan, berapa desa untuk bisa dilayani gitu,” katanya.
Baca berita selanjutnya…